#

Kamis, 26 April 2012

Dampak Persengketaan HI

Sebagai dampak dari belum terselesaikannya status wilayah perbatasan antar negara yang diwarnai dengan krisis energi dan sumber daya alam yang tengahmelanda. Hingga permasalahan perbatasan dan klaim atas wilayah terutama yangmemiliki kandungan potensi sumber daya alam mineral dan fosil sangat potensialmenjadi pemicu ketegangan antar negara yang saling bertetangga. Krisis energidan sumberdaya alam yang tengah melanda dunia, memaksa negara-negaratetangga yang berbatasan dengan wilayah Indonesia akan mengeksplorasi danmengklaim wilayah Indonesia sebagai wilayah mereka.
Hingga kini, wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara yaituMalaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, Papua Nugini, Palau,Timor Leste dan Australia, semua perbatasan itu hingga kini belum dapatdiselesaikan. Pulau-pulau terluar merupakan sumber kekayaan sekaligus menjadisumber sengketa di beberapa negara kepulauan.Kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dipersatukan olehlautan dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa telah melahirkan suatu budaya politik persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalamusaha mencapai kepentingan, tujuan dan cita-cita nasional, bangsa Indonesiadihadapkan pada tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang harusditanggulangi.
Sengketa perebutan Pulau Miangas antara Indonesia dengan Filipina telah ada padatahun 1979. Akan tetapi sesungguhnya, perebutan wilayah Pulau Miangas sudahsejak dahulu sebelum adanya Indonesia dan Filipina. Pada tahun 1928, Amerikasebagai penguasa Filipina dan Belanda sebagai penguasa Indonesia khususnyaSulawesi Utara tengah memperebutkan pulau Miangas.Akhirnya pada tanggal 4 April 1928, Pulau Miangas resmi menjadi milik Belanda.Beruntunglah berkat putusan arbiter internasional yang bernama DR. Max Huber ,maka Pulau Miangas sah ditetapkan menjadi milik Belanda. Sehingga secaraotomatis pasca kemerdekaan Indonesia atas Belanda maka Pulau Miangas secararesmi menjadi bagian dari wilayah Indonesia.Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu danTrakat Paris tahun 1989, merupakan wilayah Philiphina. Pernyataan KonsulatJenderal RI untuk Davao City Filipina yang mengejutkan bahwa Pulau Miangasdan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu merupakan wilayahPhiliphina, bahkan masalah ini dengan UU pemerintah Filipina yang baru, kedua pulau ini telah masuk pada peta pariwisata Filipina. Pemerintah Filipina mengakuikeberadaan pulau Miangas sebagai miliknya berdasarkan Trakat Paris tahun 1989,Trakat Paris tersebut memuat batas-batas Demarkasi Amerika serikat (AS) setelahmenang perang atas Spanyol yang menjajah Filipina hingga ke Miangas atau LaPalmas. Trakat itu sudah dikomunikasikan Amerika Serikat ke Pemerintah HindiaBelanda, tetapi tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah hindia Belandaterhadap Trakat itu.Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas(Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut(Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil.Disamping itu letak P. Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimanakepemilikan P. Miangas oleh Indonesia berdasarkan perundingan antara AmerikaSerikat dan Hindia Belanda di atas kapal Greenphil tanggal 4 April 1928 berkat putusan arbiter internasional yang bernama DR. Max Huber, memutuskan Pulau
Miangas masuk ke wilayah kekuasaan Hindia Belanda karena persamaan budayadengan masyarakat Talaud. Semakin dipertegas diresmikannya tugu perbatasanantara Indonesia dengan Filipina di tahun 1955, dimana Miangas berada di wilayahIndonesia.Di Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh dan berbatasan dengan Filipina. Dalam adat Nanusa, Miangasdisebut Tinonda. Konon, pulau ini sering menjadi sasaran bajak laut. Selainmerebut harta benda, perompak ini membawa warga Miangas untuk dijadikan budak di Filipina. Di masa Filipina dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenaldengan sebutan Poilaten yang memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena diMiangas banyak ditumbuhi palm mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulauini disebut Miangas.Miangas bukan hanya menjadi sasaran perompakan. Pulau ini memiliki sejarah panjang karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika mengklaimMiangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki Filipina digeser Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus klaimPulau Miangas ini diusung ke Mahkamah Internasional. Secara geografis, penjajahAmerika Serikat mulai bersentuhan dengan Sulawesi bagian utara sejak akhir abadke 19. Di tahun 1898 itu, Amerika baru saja menguasai Filipina, setelah memerangiSpanyol yang ratusan tahun menduduki negara kepulauan itu. Setelah Spanyolditaklukkan, muncul sengketa antara Amerika dengan Hindia Belanda. Sejumlahwarga Karatung mempertahankan pulau itu sebagai bagian dari gugusan Kepulauan Nanusa. Saat penentuan demarkasi antara Amerika dan Belanda, wakil rajaSangihe dan Talaud, serta tokoh adat Nanusa dihadirkan di Miangas. Dalam pertemuan untuk menentukan pulau itu masuk jajahan Belanda atau Spanyol, salahseorang tokoh adat Petrus Lantaa Liunsanda mengucapkan kata-kata adat bahwaMiangas merupakan bagian Nanusa. Gugusan Nanusa mulai dari Pulau Malo ataudisebut tanggeng kawawitan (yang pertama terlihat) hingga Miangas.
Letak Miangas dan juga beberapa pulau lainnya di gugusan kepulauan SangiheTalaud memang teramat jauh dari pusat pemerintahan RI, dan lebih dekat denganFilipina. Karena tak heran jika penduduknya pun lebih intens bergaul denganmasyarakat Filipina, ketimbang dengan sesama warga negara RI. Apalagi sebagian besar kebutuhan dasar masyarakatnya didatangkan dari Filipina.Pada dekade 1060-an dan 1970-an, hubungan antara Miangas dan Filipina semakinintens seiring dengan adanya kesepakatan bersama mengenai lintas batas antarakedua negara. ironisnya, intensitas hubungan tersebut di satu pihak, dan“keterpencilan” Miangas dari wilayah RI lainnya menyebabkan masyarakatMiangas lebih mengenal profil figur pejabat Filipina ketimbang pejabat Indonesia.Hal ini, baru terungkap, ketika pada awal tahun 1970-an sejumlah pejabat pusatyang menyertai rombongan Wakil Presiden, Sri Sultan Hamengku Buwono IX kewilayah perbatasan melihat beberapa potret Presiden Filipina Ferdinand Marcosmenghiasi rumah penduduk. Agaknya, karena itu pemerintah mulai memperhatikan problema kehidupan masyarakat Sangihe Talaud, antara lain denganmenyelenggarakan pelayaran reguler perintis ke pulau-pulau terpencil ini.Demikian pula, berbagai proyek juga diadakan untuk membuka keterisolasiankawasan perbatasan. Pun demikian, semua itu tentu belum cukup. Artinya, masih perlu berbagai upaya lain, terutama yang berorientasi pada peningkatankemampuan masyarakat agar tidak ketinggalan dengan warga negara tetangga.Betapa pun keterpencilan selalu membuahkan penderitaan bagi masyarakat pulau- pulau di perbatasan, namun mereka tetap merasa sebagai bagian dari bangsaIndonesia. Ini setidaknya tercermin dalam bidang pendidikan yang dengankonsisten tetap berkiblat ke Indonesia. Fenomena yang tentu positif bagi kelestarian keutuhan bangsa dan negara RI.
Namun sekali lagi, akan sangat ideal jika Pemerintah RI dapat memetik pelajarandari berbagai kasus sengketa perbatasan, termasuk dalam sejarah penyelesaianmasalah Miangas, agar tidak ada lagi yang mencoba menggugat status pulau-pulauyang menjadi milik Indonesia. Untuk itu, Indonesia harus dapat membuktikan, bahwa pulau Miangas, pulau Marapit dan pulau Marore adalah sah milik kita,Indonesia telah diakui masyarakat internasional sebagai negara kepulauan.
Ya. Keputusan Mahkamah Internasional tentang Pulau Miangas menjadisalah satu jurisprudensi dalam penyelesaian sengketa kepemilikan pulau- pulau di perbatasan. Namun sengketa tersebut dimenangkan Indonesia(dalam hal ini “Kerajaan Kepulauan Talaud”), dan karenanya statusMiangas sebagai bagian dari wilayah RI telah final diakui masyarakatinternasional berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982.Kedua, pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Miangas memangminim dan terbatas. Ini akibat letak pulau tersebut jauh dari pusat, sehinggakurang mendapat perhatian media massa.Dalam konteks yang pertama, dasar pertimbangan Mahkamah Internasionaldalam memutuskan sengketa Miangas, sesungguhnya tak berbeda dengan pertimbangan yang mendasari keputusannya dalam sengketa Sipadan danLigitan, yakni penguasaan de facto oleh suatu negara. Miangas memanghanya sebuah pulau kecil di tepian Samudera Pasifik, dan merupakan salahsatu pulau yang langsung berhadapan dengan negara tetangga Filipina.Secara geografis Miangas lebih dekat ke Filipina. Karena letak geografistersebut, maka hubungan perekonomian masyarakatnya lebih dekat keFilipina daripada ke Indonesia. Barang-barang kebutuhan konsumsiumumnya berasal dari negeri tetangga itu. Sebaliknya, masyarakat Miangas juga menjual hasil bumi mereka ke Filipina. Namun dalam aspek kultural, penduduk Miangas lebih dekat dengan Indonesia, karena faktor sejarahkerajaan masa lampau