Sebagai dampak dari belum terselesaikannya status wilayah perbatasan antar negara
yang diwarnai dengan krisis energi dan sumber daya alam yang tengahmelanda.
Hingga permasalahan perbatasan dan klaim atas wilayah terutama yangmemiliki kandungan potensi sumber daya alam
mineral dan fosil sangat potensialmenjadi pemicu ketegangan antar
negara yang saling bertetangga. Krisis energidan sumberdaya alam yang tengah melanda dunia, memaksa negara-negaratetangga yang berbatasan dengan wilayah Indonesia akan mengeksplorasi danmengklaim wilayah
Indonesia sebagai wilayah mereka.
Hingga kini, wilayah laut Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara yaituMalaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Vietnam, India, Papua Nugini, Palau,Timor Leste dan Australia, semua perbatasan itu hingga kini belum dapatdiselesaikan.
Pulau-pulau terluar merupakan sumber kekayaan sekaligus menjadisumber sengketa di beberapa negara kepulauan.Kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan yang dipersatukan olehlautan
dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa telah melahirkan suatu budaya politik persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalamusaha mencapai kepentingan, tujuan dan cita-cita nasional, bangsa Indonesiadihadapkan pada tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang harusditanggulangi.
Sengketa perebutan Pulau Miangas antara Indonesia
dengan Filipina telah ada padatahun 1979. Akan tetapi sesungguhnya, perebutan
wilayah Pulau Miangas sudahsejak dahulu
sebelum adanya Indonesia dan Filipina. Pada tahun 1928, Amerikasebagai penguasa Filipina dan Belanda sebagai penguasa
Indonesia khususnyaSulawesi Utara tengah
memperebutkan pulau Miangas.Akhirnya pada
tanggal 4 April 1928, Pulau Miangas resmi menjadi milik Belanda.Beruntunglah berkat putusan arbiter internasional yang
bernama DR. Max Huber ,maka Pulau Miangas sah ditetapkan menjadi milik Belanda. Sehingga secaraotomatis
pasca kemerdekaan Indonesia atas Belanda maka Pulau Miangas secararesmi menjadi bagian
dari wilayah Indonesia.Pulau Miangas dan Pulau Manoreh berdasarkan peta
Spanyol 300 tahun lalu danTrakat Paris tahun 1989, merupakan wilayah Philiphina. Pernyataan KonsulatJenderal
RI untuk Davao City Filipina yang mengejutkan bahwa Pulau Miangasdan Pulau Manoreh berdasarkan peta Spanyol 300 tahun
lalu merupakan wilayahPhiliphina, bahkan
masalah ini dengan UU pemerintah Filipina yang baru, kedua pulau ini telah
masuk pada peta pariwisata Filipina. Pemerintah Filipina mengakuikeberadaan pulau Miangas sebagai miliknya berdasarkan
Trakat Paris tahun 1989,Trakat Paris
tersebut memuat batas-batas Demarkasi Amerika serikat (AS) setelahmenang perang atas
Spanyol yang menjajah Filipina hingga ke Miangas atau LaPalmas. Trakat itu sudah dikomunikasikan Amerika
Serikat ke Pemerintah HindiaBelanda,
tetapi tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah hindia Belandaterhadap
Trakat itu.Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara P. Miangas(Indonesia)
dengan pantai Mindanao (Filipina) serta dasar laut antara P. Balut(Filipina) dengan pantai Laut Sulawesi yang jaraknya kurang dari 400 mil.Disamping itu letak P. Miangas
(Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimanakepemilikan P. Miangas oleh Indonesia
berdasarkan perundingan antara AmerikaSerikat
dan Hindia Belanda di atas kapal Greenphil tanggal 4 April 1928 berkat putusan arbiter internasional yang bernama DR.
Max Huber, memutuskan Pulau
Miangas masuk ke wilayah
kekuasaan Hindia Belanda karena persamaan budayadengan masyarakat Talaud. Semakin dipertegas
diresmikannya tugu perbatasanantara Indonesia dengan Filipina di tahun 1955,
dimana Miangas berada di wilayahIndonesia.Di
Kecamatan Nanusa, Kabupaten Talaud, Pulau Miangas merupakan titik terluar yang paling jauh
dan berbatasan dengan Filipina. Dalam adat Nanusa, Miangasdisebut Tinonda. Konon, pulau ini sering menjadi sasaran bajak laut. Selainmerebut harta benda, perompak ini membawa warga Miangas untuk dijadikan budak
di Filipina. Di masa Filipina dikuasai penjajah Spanyol, Miangas dikenaldengan sebutan Poilaten yang memiliki arti: Lihat pulau di sana. Karena diMiangas banyak
ditumbuhi palm mulailah disebut Las Palmas. Lambat laun pulauini disebut Miangas.Miangas bukan hanya menjadi sasaran
perompakan. Pulau ini memiliki sejarah panjang karena menjadi rebutan antara Belanda dan Amerika. Amerika
mengklaimMiangas sebagai jajahannya setelah Spanyol yang menduduki
Filipina digeser Amerika. Tapi, Belanda keberatan. Sengketa berkepanjangan terjadi, kasus klaimPulau Miangas ini
diusung ke Mahkamah Internasional. Secara geografis, penjajahAmerika Serikat mulai bersentuhan dengan Sulawesi
bagian utara sejak akhir abadke 19. Di
tahun 1898 itu, Amerika baru saja menguasai Filipina, setelah memerangiSpanyol yang ratusan tahun menduduki negara kepulauan itu.
Setelah Spanyolditaklukkan,
muncul sengketa antara Amerika dengan Hindia Belanda. Sejumlahwarga Karatung
mempertahankan pulau itu sebagai bagian dari gugusan Kepulauan Nanusa. Saat penentuan demarkasi antara Amerika dan Belanda, wakil rajaSangihe dan Talaud, serta tokoh adat Nanusa dihadirkan di Miangas. Dalam pertemuan untuk
menentukan pulau itu masuk jajahan Belanda atau Spanyol, salahseorang tokoh adat
Petrus Lantaa Liunsanda mengucapkan kata-kata adat bahwaMiangas merupakan bagian Nanusa. Gugusan Nanusa mulai
dari Pulau Malo ataudisebut tanggeng kawawitan (yang pertama terlihat) hingga Miangas.
Letak Miangas dan juga beberapa pulau
lainnya di gugusan kepulauan SangiheTalaud memang teramat jauh dari pusat pemerintahan RI, dan
lebih dekat denganFilipina. Karena tak heran jika penduduknya pun lebih intens bergaul denganmasyarakat Filipina, ketimbang
dengan sesama warga negara RI. Apalagi sebagian besar kebutuhan dasar masyarakatnya didatangkan dari Filipina.Pada dekade 1060-an dan 1970-an,
hubungan antara Miangas dan Filipina semakinintens seiring dengan adanya kesepakatan
bersama mengenai lintas batas antarakedua negara. ironisnya, intensitas hubungan tersebut di satu pihak, dan“keterpencilan” Miangas dari wilayah RI lainnya menyebabkan masyarakatMiangas lebih mengenal profil
figur pejabat Filipina ketimbang pejabat Indonesia.Hal ini, baru
terungkap, ketika pada awal tahun 1970-an sejumlah pejabat pusatyang menyertai rombongan Wakil Presiden, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX kewilayah perbatasan melihat beberapa potret Presiden
Filipina Ferdinand Marcosmenghiasi
rumah penduduk. Agaknya, karena itu pemerintah mulai memperhatikan problema kehidupan masyarakat Sangihe Talaud, antara lain denganmenyelenggarakan pelayaran
reguler perintis ke pulau-pulau terpencil ini.Demikian pula, berbagai proyek juga diadakan untuk membuka keterisolasiankawasan perbatasan. Pun demikian, semua itu
tentu belum cukup. Artinya, masih perlu berbagai upaya lain, terutama yang berorientasi pada peningkatankemampuan masyarakat agar tidak
ketinggalan dengan warga negara tetangga.Betapa pun keterpencilan selalu
membuahkan penderitaan bagi masyarakat pulau- pulau di perbatasan, namun mereka tetap merasa sebagai bagian dari bangsaIndonesia. Ini setidaknya tercermin dalam bidang pendidikan yang dengankonsisten tetap berkiblat ke Indonesia. Fenomena yang tentu positif bagi kelestarian keutuhan bangsa dan negara RI.
Namun sekali lagi, akan sangat ideal jika
Pemerintah RI dapat memetik pelajarandari
berbagai kasus sengketa perbatasan, termasuk dalam sejarah
penyelesaianmasalah Miangas, agar tidak ada
lagi yang mencoba menggugat status pulau-pulauyang menjadi milik Indonesia. Untuk itu,
Indonesia harus dapat membuktikan, bahwa pulau Miangas, pulau Marapit
dan pulau Marore adalah sah milik kita,Indonesia telah diakui masyarakat internasional sebagai negara kepulauan.
Ya. Keputusan Mahkamah Internasional tentang Pulau Miangas
menjadisalah satu
jurisprudensi dalam penyelesaian sengketa kepemilikan pulau- pulau di perbatasan. Namun sengketa tersebut dimenangkan Indonesia(dalam hal ini “Kerajaan Kepulauan Talaud”), dan karenanya statusMiangas sebagai bagian dari wilayah RI telah final diakui masyarakatinternasional berdasarkan Konvensi Hukum Laut Internasional 1982.Kedua, pengetahuan masyarakat Indonesia tentang Miangas memangminim dan terbatas. Ini akibat letak pulau tersebut
jauh dari pusat, sehinggakurang mendapat
perhatian media massa.Dalam konteks yang pertama, dasar pertimbangan
Mahkamah Internasionaldalam memutuskan sengketa Miangas, sesungguhnya tak
berbeda dengan pertimbangan yang
mendasari keputusannya dalam sengketa Sipadan danLigitan, yakni penguasaan de facto oleh suatu negara. Miangas memanghanya sebuah pulau kecil di tepian Samudera Pasifik,
dan merupakan salahsatu pulau yang
langsung berhadapan dengan negara tetangga Filipina.Secara geografis
Miangas lebih dekat ke Filipina. Karena letak geografistersebut, maka hubungan perekonomian masyarakatnya lebih dekat keFilipina daripada ke Indonesia. Barang-barang kebutuhan konsumsiumumnya berasal dari
negeri tetangga itu. Sebaliknya, masyarakat Miangas juga menjual hasil bumi mereka ke Filipina.
Namun dalam aspek kultural, penduduk Miangas lebih dekat dengan Indonesia, karena faktor sejarahkerajaan masa lampau